PUTUSNYA PERKAWINANA (ISLAMIC SCIENCE)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perceraian
dalam istilah ahli Fiqih
disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan membatalkan
perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai
(lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Figh sebagai
satu istilah, yang berarti perceraian antara suami-isteri.
Perkataan
talak dalam istilah ahli Fiqih
mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti
umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami,
yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau
perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak
dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami. Karena salah satu bentuk dari
perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan karena talak maka untuk
selanjutnya istilah talak yang dimaksud di sini ialah talak dalam arti yang
khusus.
Meskipun
Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian pun
tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun
diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah
sesuatu yang bertentangan dengan asas – asas Hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah iini kami akan membahas yaitu mengenai:
1.
Putusnya Perkawinan (Inha’ Al-Zawwaj),
2.
Penyebab putusnya perkawinan,
3.
Perceraian/Furqah,
4.
Landasan hukum syara
5.
Penyebab Furqah,
6.
Rukun dan syarat talak,
7.
Subjek/pelaku talak (Munthaliq),
8.
Syarat sah Munthaliq,
9.
Niat/maksud talak,
10.
Objek talak,
11.
Kalimat talak (shighat),
12.
Saksi dalam talak,
13.
Hikmah talak,
14.
Fasakh,
15.
Definisi fasakh, dan
16.
Fasakh yang memerlukan putusan Pengadilan dan fasakh
yang tidak memerlukan putusan Pengadilan.
C. Maksud dan Tujuan Masalah
Adapun maksud dan tujuan
dibuatnya makalah ini yaitu: agar mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam
mengenai ilmu tentang hukum perkawinan dalam Islam khususnya mengenai talak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Putusnya
Perkawinan ( Inha’ Al-Zawwaj)
Putusnya perkawinan adalah pengakhiran
perkawinan yang disebabkan oleh hal-hal tertentu yang menyebabkan seseorang
tidak dapat berhubungan suami-istri baik dengan kehendak suami atau dengan
putusan pengadilan.
Sebagaimana disebutkan dalam KHI pasal 113 bahwa
perkawinan dapat putus karena:
a.
Kematian,
b.
Perceraian, dan
c.
Atas putusan pengadilan.
1.
Definisi
Perceraian/furqoh
Al-Furqah
menurut bahasa memiliki makna Al-Iftiraaq
artinya berpisah jamaknya adalah furaq.
Menurut istilah terlepasnya
ikatan perkawinan, dan terputusnya hubungan diantara suami-istri akibat salah satu dari
beberapa sebab[1].
Menurut Mazhab Syafi’i bahwa perpisahan pernikahan
terdiri dari talak dan fasakh.[2]
Ada dua jenis perpisahan yaitu perpisahan pembatalan
dan perpisahan talak. Pembatalan bisa jadi dengan keridhaan suami-istri yaitu dengan cara khulu’ atau dengan melalui qadhi.[3]
Pembatalan berbeda dengan talak jika dilihat dari
tiga arah, yaitu:[4]
a.
Hakikat dari
masing-masing keduanya, maka pembatalan adalah pembatalan akad dari asasnya,
dan penghilangan kehalalan yang disebabkan oleh pembatalan akad pernikahan.
Sedangkan akad adalah pengakhiran akad. Penghalalan tidak hilang kecuali
setelah terjadi talak baa’in kubra (talak
tiga)
b.
Sebab
masing-masing dari keduanya :
Pembatalan bisa terjadi karena sebab berbagai kondisi
yang dikomparasikan terhadap akad yang menyebabkan peniadaan kelazimannya dari
semenjak. Permulaannya. Termasuk berbagai kondisi yang datang misal kemurtadan
istri atau penolakan istri untuk masuk Islam.
Sedangkan
talak, hanya terjadi pada akad sharih yang bersifat lazim. Talak ini hak suami
c.
Dampak masing-masing dari keduanya:
Pembatalan
tidak mengurangi jumlah talak yang dimiliki seorang laki-laki, sedangkan talak
mengurangi jumlah talak. Dalam iddah perpisahan akibat pembatalan tidak dapat
jatuh talak. Kecuali jika talak terjadi akibat kemurtaban atau penolakan untuk
masuk Islam
2.
Landasan hukum
syara tentang putusnya pernikahan
Talak yang diucapkan dengan terang-terangan tidak
dibutukkan adanya niat.[5]
Allah SWT berfirman: dalam Al-Qur’an surat At-Thalaq ayat 1:
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# #sÎ)
ÞOçFø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$#
£`èdqà)Ïk=sÜsù ÆÍkÌE£ÏèÏ9 (#qÝÁômr&ur no£Ïèø9$#
( (#qà)¨?$#ur
©!$# öNà6/u
( w
Æèdqã_ÌøéB .`ÏB
£`ÎgÏ?qãç/ wur
Æô_ãøs HwÎ)
br& tûüÏ?ù't
7pt±Ås»xÿÎ/ 7puZÉit7B
4 y7ù=Ï?ur
ßrßãn «!$#
4 `tBur
£yètGt yrßãn
«!$# ôs)sù
zNn=sß ¼çm|¡øÿtR
4 w
Íôs? ¨@yès9
©!$# ß^Ïøtä
y÷èt/ y7Ï9ºs
#\øBr& ÇÊÈ
Artinya: “Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya
(yang wajar)[6]
dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke
luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.[7]Itulah
hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya
sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu
hal yang baru”.[8]
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 28:
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è%
y7Å_ºurøX{ bÎ)
£`çFZä. c÷Îè?
no4quysø9$# $u÷R9$#
$ygtFt^Îur ú÷üs9$yètFsù
£`ä3÷èÏnGtBé& Æä3ômÎh| é&ur %[n#u| WxÏHsd ÇËÑÈ
Artinya: “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika
kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka marilah supaya kuberikan kepadamu
mut'ah.[9]
dan Aku ceraikan kamu dengan cara yang baik”.
3.
Penyebab Furqoh (Antara Fasakh dan Talak)
Menurut Mazhab Hanafi perpisahan berbentuk fasakh sebagai
berikut:
a.
Pemisahan qadhi antara suami-istri akibat penolakan istri masuk Islam setelah suaminya
telah masuk Islam karena perempuan yang musyrik tidak bisa menikahi seorang
muslim perpisahan yang disebabka oleh pihak perempuan tidak bisa dikatakan
talak karena perempuan tidak memiliki hak talak, maka perpisahan ini menjadi
fasakh. Jika yang menolak masuk
islam adalah suami maka perpisahan menjadi talak.
b.
Adanya perbedaan negara pasangan suami-isteri secara hakikat dan hukum. Yaitu salah satu
pasangan suami isteri keluar ke negara Islam dalam keadaan muslim dia
tinggalkan pasangannya dalam keadaan kafir. Sedangkan jika salah satu dari
keduanya keluar dalam keadaan beriman dan pasangannya tetap dalam keadaan kafir
maka tidak terjadi perpisahan. Fuqoha yang selain mazhab hanafi berpendapat
perpisahan tidak terjadi akibat perbedaan negara.
c.
Kemurtadan salah satu suami-isteri.
d.
pilihan anak kecil laki-laki ataupun pilihan anak kecil
perempuan yang telah baligh, perpisahan ini tidak terjadi kecuali pemisahan
dari qadhi.
e.
Kehendak orang ingin merdeka, yaitu kemerdekaan seorang
budak perempuan, sedangkan suaminya terus menjadi budak, maka dia memiliki
pilihan untuk terus mempertahankan perkawinan ataupun mengakhirkannya.
f.
Pemisahan akibat adanya ketidaksetaraan atau akibat
kurangnya mahar.
Jadi
batasan yang membedakan antara pembatalan dengan talak menurut Abu Hanifah dan
muhammad adalah setiap perpisahan yang disebabkan oleh pihak perempuan
merupakan fasakh (pembatalan) dan setiap perpisahan yang disebabkan pihak
laki-laki atau dengan sebab darinya merupakan talak.
Menurut
Mazhab Maliki perpisahan bisa terjadi akibat perkawinan yang shahih ataupun
perkawinan yang fasid :[10]
a.
Jika perpisahan dari perkawinan yang shahih maka
perpisahan itu adalah talak kecuali jika disebabkan oleh perkara yang datang
mendadak yang mewajibka pengharaman yang bersifat abadi baik dari salah
satu pihak suami-isteri ataupun dari qadhi
b.
Jika perpisahan dari perkawinan yang fasid dan
kerusakannya disepakati maka perpisahan yang terjadi dari perkawinan yang rusak
ini merupakan fasakh, bukannya talak.
Jika kerusakannya
memiliki perselisihan pendapat, yaitu yang menurut Mazhab Maliki fasid, dan
shahih menurut pihak yang lainnya seperti perkawinan seorang perempuan dengan
tanpa wali, maka menurut mereka adalah perkawinan yang fasid, sedangkan menurut
Mazhab Hanafi shahih. Perpisahan yang terjadi dalam perkawinan ini adalah talak
bukannya fasakh[11]
.
Berdasarkan hal
ini maka perpisahan berbentuk fasakh
sebagai berikut :
1.
Jika terjadi akad yang tidak sah. Seperti menikah dengan
seseorang yang diharamkan dan kawin dengan isteri orang lain atau dengan
perempuan yang telah menjalani masa iddah dengan suaminya.
2.
Jika datang kepada suami sesuatu yang mewajibkan
pengharaman untuk selama-lamanya seperti persetubuha dengan subhat dari salah
satu suami-isteri dengan orang tua pihak yang lain atau keturunannya yang
mewajibkan haram terjadinya hubungan perbesanan
3.
Perpisahan akibat li’an
karena menyebabkan pengharaman yang bersifat abadi.
4.
perpisahan yang terjadi akibat penolakan si suami untuk
masuk Islam setelah istrinya masuk Islam.
Menurut Mazhab
Hambali perpisahan berupa pasakh sebagai berikut:[12]
1.
Khulu’ jika perpisahan terjadidengan tanpa kalimat talak, atau dengan tanpa
niat talak.
2.
Murtadnya salasatu suami-istri.
3.
Perpisahan akibat cacat yang dapat dimiliki keduanya.
4.
Masuk islamnya salah satu suami-istri.
5.
Perpisahan akibat ilaa’ dengan melalui keputusan qadhi,
jika masanya yang selama empat bulan lewat, dan si suami tidak menggauli
istrinya, dan juga tidak ditalak setelah hakim memerintahkannya.
6.
Perpisahan akibat li’an, karena li’an mewajibkan pengharaman
antara suami istri yang bersifat abadi.
B.
Rukun
dan Syarat Talak
Talak menurut bahasa adalah lepasnya ikatan dan
pembebasan. Secara istilah, talak adalah terlepasnya ikatan pernikahan dengan
lafal talak dan yang sejenisnya.[13] Perkataan
talak dalam istilah Ahli Figih mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan
arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian
baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian
yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang
dari suami atau isteri. Talak dalam arti khusus berarti perceraian yang
dijatuhkan oleh pihak suami.[14]
Pelaku
talak (muthalliq) adalah orang yang berhak melakukan talak, dalam hal ini
adalah suami telah baligh dan berakal yang mempunyai hak talak sedangkan istri
tidak punya hak talak. Karena laki-laki yang membayar mahar dan yang memberikan
nafkah kepada istri. Oleh karena itu, suami lebih berhak untuk menjatuhkan talak.
1.
Syarat sah orang
yang mentalak/Munthaliq
a. Menurut
Mazhab Hanafi: suami yang menalak harus sudah akil baligh dan dapat memilih.
b. Menurut Mazhab Maliki: merupakan seorang muslim.
c. Menurut
Mazhab Hambali: memiliki pemahaman mengenai talak, meskipun talaknya anak kecil
yang belum baligh, jika sudah mengerti
mengenai talak maka talaknya sah.
2. Rukun
Talak:
Menurut
Mazhab Hanafi rukun talak adalah lafal yang menjadi dilalah bagi makna talak
secara bahasa yang merupakan, pelepasan, dan pengiriman. Melepaskan ikatan
dalam makna yang terang-terangan, dan memutuskan ikatan dalam pengertian secara
sindiran. Sedangkan dalam makna syar’inya adalah menghilangkan penghalalan atau
isyarat yang menempati posisi lafal.
Selain
Mazhab Hanafi mengatakan, talak memiliki beberapa rukun, karena kalimat “rukun
talak” adalah kalimat yang bermakna umum. Missal, Menurut Mazhab Maliki
berpendapat rukun talak ada 4:
a.
Mampu
melakukannya, artinya orang yang menjatuhkannya yang terdiri dari suami atau
wakilnya, atau walinya jika dia masih kecil.
b.
Maksudnya,
artinya maksud ucapan dengan lafal yang terang-terangan, dan sindiran yang
jelas, meskipun tidak bermaksud melepaskan ikatan perkawinan. Dengan dalil
sahnya talak yang dilakukan secara bergurau.
c.
Objeknya,
maksudnya perkawinan yang dia miliki, dan
d.
Lafal, yang secara
jelas-jelasan ataupun secara sindiran.
Sedangkan Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat,
rukun talak ada 5:
a. Laki-laki
yang menalak.
b. Ucapan,
ucapan talak ada dua macam yaitu[15]: Sharih
dan Kinayah.
Sharih
maksudnya talak yang diucapkan dengan terang-terangan, dapat jatuh dengan tiga
lafal: lafal thalaq (cerai), firaq (berpisah), dan sarah (melepaskan). Kinayah
maksudnya talak yang tidak diucapkan dengan terang-terangan, artinya setiap
lafal yang bisa mengandung makna thalaq ataupun makna lain selain thalaq. Talak
macam ini ada niat thalaq dari suami, seperti ungkapa,” pulanglah engkau ke
rumah orangtuamu! ”, “ engkau bukan istriku ”, “ engkau bebas berbuat apa saja ”.
c. Objek
talak yaitu Isteri.
Syarat istri yang sah di talak yaitu:
1)
Telah terikat dengan perkawinan yang sah dengan suaminya, dan
2)
Isteri harus dalam keadaan suci.
d. Kekuasaan,
setiap talak jatuh kepada orang yang dikuasainya artinya, jika yang kita
jatuhkan talak adalah orang lain atau bukan istri maka talaknya sia-sia sesuai
dengan hadits nabi ,”tidak ada talak sebelum nikah”, misal :” jika aku kawini
kamu, maka kamu tertalak”. dan
e. Maksud
talak, artinya jika orang yang dipaksa melakukan talak maka talakny tidak jatuh
karena dia tidak bermaksud untuk menjatuhkan talak.
Saksi dalam talak, menurut para
ulama bersepakat bahwa keberadaan saksi tidak disyariatkan dalam talak, sebagaimana
dijelaskan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nail Al-Authar. Namun para ulam
masih berselisih tentang kewajiban adanya saksi dalam rujuk.[16]
Hikmah talak:
bÎ)ur $s%§xÿtGt Ç`øóã ª!$# yxà2 `ÏiB ¾ÏmÏGyèy 4 tb%x.ur ª!$# $·èźur $VJÅ3ym ÇÊÌÉÈ
Artinya:
“Jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada
masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana”. (An-Nisa: 130)
Berdasarkan ayat diatas dapat kita
pahami bahwa perceraian bukanlah akhir dari segalanya melainkan salahsatu jalan
menuju yang lebih baik namun bukan berarti kita harus bercerai jika
menginginkan kehidupan yang lebih baik.
Hikmah disyariatkannya talak tampak dari dalil secara ma'qul (logika)
yang tadi telah disebutkan, yaitu akibat
adanya kebutuhan terhadap pelepasan dari perbedaan akhlak. Dan
datangnya rasa benci yang pasti muncul akibat tidak dilaksanakannya ketetapan
Allah SWT. Pensyariatan talak dari-Nya adalah
sebuah rahmat dari-Nya swt. Maksudnya,
sesungzuhnya talak adalah obat yang mujarab, dan jalan keluar terakhir
dan penghabisan bagi sesuatu yang sulit untuk dipecahkan oleh dan orang-orang yang baik, serta
kedua hakam. Akibat adanya perbedaan akhlak, tidak bersatunya tabi'at, serta kompleksitas perjalan an kehidupan yang menyatukan antara suami dan
istri. Akibat salah satu suami istri tertimpa penyakit yang tidak bisa
ditanggung. Atau akibat kemandulan yang tidak ada obatnya, yang menyebabkan
hilangnya rasa cinta dan sayang sehingga
melahirkan rasa benci dan jengkel. Maka talak adalah jalan keluar yang
memberikan pertolongan untuk keluar dari kerusakan dan
keburukan yang datang.
C. Fasakh
1. Definisi
fasakh
Arti
fasakh ialah merusakkan atau membatalkan. Ini berarti bahwa
perkawinan itu diputuskan/dirusakkan atas permintaan salah satu pihak oleh Hakim
Pengadilan Agama. Biasanya yang menuntut fasakh di Pengadilan adalah isteri[17].
2. Fasakh
yang memerlukan putusan pengadilan
Perpisahan dalam bentuk fasakh yang memerlukan keputusan Qadhi
adalah:[18]
a.
Perpisahan yang tidak adanya kesetaraan
b.
Perpisahan akibat berkurangnya mahar dari mahar mitsil
c.
Perpisahan akibat penolakan salah satu suami-istri untuk masuk Islam jika salah satu pihak telah masuk
Islam.
d.
Perpisahan akibat pilihan orang balig dari kedua
suami-istri, menurut Mazhab Hanafi, jika keduanya dikawinkan ketika masih kecil
oleh orang yang selain bapak dan kakek.
e.
Perpisahan akibat kehendak orang yang tersadar dari
kegilaan menurut Mazhab Hanafi, jika salah satu suami-istri dikawinkan pada
waktu masih kecil oleh orang yang selain bapak, kakek, dan anak laki-laki.
f.
Perpisahan akibat adanya cacat fasakhnya bersifat
langsung kecuali impotensi maka ditangguhkan setahun dari hari ditetapkannya.
3. Fasakh yang
tidak memerlukan putusan pengadilan
Perpisahan dalam bentuk fasakh yang tidak bergantung
kepada keputusan Hakim/Pengadilan adalah sebagai berikut:[19]
a.
Fasakh akibat kerusakan akad semenjak dari asalnya.
Misalnya, menikahi saudara yang haram dinikah.
b.
Fasakh akibat persetubuhan yang terjadi antara salah satu
suami-istri dengan orang tua atau keturunan pihak lain dalam bentuk yang
membuat hubungan perbesanan diharamkan.
c.
Fasakh akibat kemurtadan suami. Menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf bahwa jika suami-istri melakukan kemurtadan
maka keduanya tidak dipisahkan hanya karena itu.
d.
Fasakh akibat kepemilikan suami-istri yang menjadi merdeka.
e.
Fasakh akibat pilihan istri yang jadi merdeka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perceraian
dalam istilah ahli Fiqih
disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan membatalkan
perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai
(lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Fiqih sebagai satu istilah, yang
berarti perceraian antara suami-isteri.
Perkataan
talak dalam istilah ahli Fiqih
mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti
umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami,
yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau
perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak
dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami. Karena salah satu bentuk dari
perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan karena talak maka untuk
selanjutnya istilah talak yang dimaksud di sini ialah talak dalam arti yang
khusus.
Meskipun
Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian pun
tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun
diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah
sesuatu yang bertentangan dengan asas – asas Hukum Islam.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Talak
sebagai emergency exit, yang baru
dibuka kalau memang benar-benar dalam keadaan darurat. Jadi, jelaslah bahwa
penjatuhan talaq terkesan dihalangi. Itu pertanda bahwa Islam menghendaki bahwa
suatu perkawinan hanya dilaksanakan sekali selama hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Wahbah Az-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 9.
Jakarta: Gema Insani. 2011.
Musthafa
Dieb Al-Bigha. Fikih Sunnah Imam Syafi’i (Terjemahan Dari Matnil Ghayah Wat Taqrib). Bandung: Padi Bandung. 2009.
Kelompok
Gema Insani. Mushaf Alqur’an Terjemah. Jakarta : Al-Huda. 2011.
Tim Citra Umbara. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam.Bandung: Citra Umbara. 2011.
Http://Ardychandra.Wordpress.com.
Diakses Tanggal 23 Maret 2012, Pukul 14.00
Http://Konsultasisyariah.com. Diakses Tanggal 24
Maret 2012. Pukul 08.44
[1]
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa
Adillatuhu Jilid 9, Jakarta : Gema Insani, 2011, Hal. 311.
[3]
Ibid., hal 311.
[4]
Ibid., hal 312.
[5]
Musthafa dieb al-bigha, fikih sunnah imam syafi’i (terjemahan dari
matnil ghayah wat taqrib), bandung: padi bandung,2009, hal. 216
[6]
Maksudnya: isteri-isteri itu
hendaklah ditalak diwaktu Suci sebelum dicampuri. tentang masa iddah lihat
surat Al Baqarah ayat 228, 234 dan surat Ath Thalaaq ayat 4.
[7] yang dimaksud
dengan perbuatan keji di sini ialah mengerjakan perbuatan-perbuatan pidana,
berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar, besan dan sebagainya. Kelompok Gema Insani, Mushaf Alqur’an Terjemah, Jakarta : Al-Huda, 2011, hal. 559
[8] Suatu hal yang
baru maksudnya ialah keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaqnya
baru dijatuhkan sekali atau dua kali. Ibid,.
Hal. 420
[9]
mut'ah yaitu: suatu pemberian yang
diberikan kepada perempuan yang Telah diceraikan menurut kesanggupan suami.
[10]
Wahbah az-duhaili, op.cit., hal. 314.
[14]
http://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-Islam,
diakses tanggal 23 Maret
2012, pukul 14.00
[15]
Musthafa dieb al-bigha,
op.cit., hal. 215-216.
[16]
http://konsultasisyariah.com/apakah-cerai-harus-ada-saksidiakses tanggal 24 Maret 2012,
pukul 08.44
[17]
Ibid.
[18]
Wahbah az-duhaili, op.cit.., hal. 317.